Pengerusakan Lingkungan dalam Aksi Anarkis: Dampak Fatal yang Tak Terlihat di Aceh

Ketika aksi anarkis meletus, fokus utama publik seringkali tertuju pada kerusakan properti, fasilitas umum, atau bahkan korban jiwa. Namun, ada dampak fatal yang seringkali tak terlihat dan jarang disorot: pengerusakan lingkungan dalam aksi anarkis. Fenomena ini, yang sayangnya juga pernah terjadi di beberapa wilayah, termasuk Aceh, memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius bagi ekosistem dan kehidupan masyarakat.

Di Aceh, misalnya, meskipun banyak kerusakan lingkungan diakibatkan oleh deforestasi, perambahan hutan, atau aktivitas ilegal lainnya, tidak menutup kemungkinan aksi anarkis juga turut berkontribusi. Ketika emosi massa tidak terkendali dan berujung pada pembakaran, pembabatan pohon, atau pembuangan sampah sembarangan di area yang tidak semestinya, dampaknya pada lingkungan bisa sangat signifikan.

Salah satu bentuk pengerusakan lingkungan yang paling kentara dalam aksi anarkis adalah pembakaran. Pembakaran ban, sampah, atau bahkan bangunan dapat melepaskan polutan berbahaya ke udara, seperti karbon monoksida, dioksin, furan, dan partikel halus (PM2.5). Polutan-polutan ini tidak hanya menyebabkan gangguan pernapasan akut bagi individu yang terpapar, tetapi juga berkontribusi pada polusi udara dalam skala yang lebih luas. Asap tebal dapat mengurangi jarak pandang dan memicu masalah kesehatan jangka panjang bagi komunitas yang tinggal di sekitarnya.

Selain polusi udara, kerusakan ekosistem juga menjadi dampak serius. Aksi pembakaran di area hijau atau hutan, meskipun dalam skala kecil, dapat memicu kebakaran yang lebih besar, menghancurkan habitat satwa liar dan merusak keanekaragaman hayati. Pembabatan atau pencabutan paksa tanaman di taman kota atau jalur hijau sebagai bagian dari aksi vandalisme juga mengurangi area resapan air dan keindahan kota.

Dampak lain yang sering terlewatkan adalah kontaminasi tanah dan air. Cairan kimia dari material yang terbakar, pecahan kaca, atau sampah yang berserakan akibat vandalisme, dapat mencemari tanah dan meresap ke dalam sumber air. Ini berpotensi meracuni tanah pertanian, sumur warga, atau bahkan aliran sungai, membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem air.

Di Aceh, yang sebagian wilayahnya masih berjuang dengan isu lingkungan seperti kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan perambahan hutan, setiap tindakan yang merusak lingkungan, sekecil apapun, akan memperparah kondisi. Kerugian akibat dampak anarkis pada lingkungan ini bersifat kumulatif dan seringkali memerlukan waktu puluhan tahun untuk pulih.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org